Menurut Feraro (1998), e-commerce merupakan aktivitas penjualan dan pembelian barang atau jasa melalui fasilitas internet. Fahrurroji (2014) menambahkanbahwa model bisnis e-commerce diklasifikasikan dalam beberapa kategori yang memiliki keterkaitan satu sama lain yakni: Business to Business (B2B), Business to Consumer (B2C), Consumer to Consumer (C2C), Consumer to Business (C2B), dan Business to Government (B2G). Proses pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) yang paling kompleks terdiri dari lima tahap yaitu :
1. pengenalan masalah,
2. pencarian evaluasi alternatif,
3. pilihan dan evaluasi alternatif,
4. pilihan,
5. evaluasi pasca akuisisi.
Aryani dan Rosinta (2010) menjelaskan bahwa kualitas layanan mendorongpelanggan untuk komitmen kepada produk dan layanan suatu perusahaan sehingga berdampak kepada peningkatan market share suatu produk. Suhir, Imam dan Riyandi (2014) dalam Haekal dan Widjajanta (2016) menambahkan bahwa, persepsi risiko diartikan sebagai penilaian subjektif oleh seseorang terhadap kemungkinan dari sebuah kejadian kecelakaan dan seberapa khawatir individu dengan konsekuensi atau dampak yang ditimbulkan kejadian tersebut. Di sisi lain, Sciffman dan Kanuk (2008) berpendapat bahwa risiko yang dirasakan didefinisikan sebagai ketidakpastian yang dihadapi para konsumen jika mereka tidak dapat meramalkan konsekuensi keputusan pembelian mereka. Dalam penelitian ini, persepsi risiko lebih condong kepada konsumen yang berbelanja secara online melalui media internet.
Adapun Perilaku Konsumen :
Perilaku konsumen menurut Kotler (2005:183), Suatu proses penilaian dan pemilihan dari berbagai alternatif sesuai dengan kepentingan kepentingan tertentu dengan menetapkan suatu pilihan yang dianggap paling menguntungkan. Sedangkan Swasta & Handoko (2000:10), berpendapat. Perilaku konsumen (consumen behavior) dapat di definisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yangsecara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang – barangdan jasa-jasa termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.
Tahap terakhir yaitu ketika konsumen sudah melakukan pembelian terhadap produk tertentu. Beberapa peranan seseorang dalam mempengaruhi sebuah keputusan pembelian (Kotler 2005: 201).
1. Pencetus adalah orang yang pertama-tama menyarankan atau memikirkan
gagasan membeli produk atau jasa tertentu.
2. Pemberi pengaruh adalah orang yang pandangan atau nasihatnya diperhitungkan
dalam membuat keputusan akhir.
3. Pengambil keputusan adalah seseorang yang pada akhirnya menentukan
sebagian besar atau keseluruhan keputusan membeli: apakah jadi membeli, apa
yang dibeli, bagaimana membeli, atau dimana membeli.
4. Pembeli (buyer) adalah seseorang yang melakukan pembelian yang sebenarnya.
5. Pemakai (user) adalah seseorang atau beberapa orang yang menikmati atau
memakai produk dan jasa yang bersangkutan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku konsumen.
Menurut kotler ( 2005:202 ).
§ Faktor Kebudayaan.
§ Faktor Sosial.
§ Faktor Pribadi.
§ Faktor Psikologi.
4 Faktor psikologi yaitu :
1) Motivasi,
2) Persepsi,
3) Pembelajan,
4) Serta keyakinan dan Pendirian.
Kemudian, yang ada dalam faktor mempengaruhi psikologi konsumen yaitu Experiential Marketing merupakan suatu metode pemasaran yang relatif baru, yang disampaikan ke dunia pemasaran lewat sebuah buku Experiential Marketing: How to Get Customers to Sense, Feel, Think, Act, and Relate to Your Company and Brands, oleh Bernd H. Schmitt. Schmitt (1999) menyatakan bahwa esensi dari konsep experiential marketing adalah pemasaran dan manajemen yang didorong oleh pengalaman. Pendekan experiential dalam meluncurkan merek dinilai lebih efektif dan relevan dibandingkan dengan apa yang dapat ditawarkan iklan media massa. Karena dalam experiential marketing, kita perlu menciptakan persepsi konsumen yang meliputi sense, feel, think, act dan relate. Suatu merek kini harus dapat menyentuh kelima unsur ini. Konsumen mesti bisa merasakan, memikirkan dan bertindak sesuai harapannya. Bahkan jika memungkinkan, tercipta rasa memiliki terhadap suatu merek, sehingga akhirnya hal ini menjadi diferensiasi bagi merek tersebut. Ini dapat membuat konsumen (pengguna) menjadi loyalis, dan kemudian menjadi advocate. Lebih lagi, nilai merek bukan lagi hanya tergantung pada diferensiasi produknya (functional benefit), tapi juga diferensiasi dalam emosionalnya (emotional benefit).
Penulis : Anung Galih Sutanto
Sumber gambar : Storelogy.com
Sumber Referensi
Marlina, Lisa dan Clara Danica:Analisis Pengaruh Cash Position, Debt To Equity Ratio, dan Reurn On Assets Terhadap Dividend Payout Ratio. Jurnal Manajemen Bisnis.Vol 2:USU
Raharjanti, Rani.dkk.Pengaruh Faktor Psikologis Terhadap Keputusan Pembelian dalam Transaksi E-Commerce.Manajerial.Vol 19.2020:UPI
Ghoni, Abdul dan Tri Bodroastuti.Pengaruh Faktor Budaya, Sosial, Pribadi, dan Psikologi Terhadap Perilaku Konsumen (Studi Pada Pembelian Rumah di Perumahan Griya Utama Banjardowo Semarang:STIE Wiya Manggala