Saham atau stocks adalah surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal pada suatu perusahaan terbatas. Pemilik saham sekaligus juga merupakan pemilik perusahaan. Semakin besar saham yang dimiliki maka semakin pula kekuasaannya terhadap perusahaan tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari perusahaan tersebut dinamakan dividen. Pembagian dividen ini nantinya ditetapkan pada penutupan laporan keuangan berdasarkan rapat umum pemegang saham (Soemitra, 2009, 137). Saham syari’ah adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan yang diterbitkan oleh emiten yang kegiatan usaha maupun cara pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah. Saham merupakan surat berharga yang merepresentasikan penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan. Sementara dalam prinsip syari’ah, penyertaan modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip syari’ah, seperti perjudian, riba, serta memproduksi barang yang diharamkan. Penyertaan modal dalam bentuk saham tersebut dapat dilakukan berdasarkan akad musyarakah dan mudharabah. Akad musyarakah pada umumnya dilakukan pada perusahaan yang bersifat privat, sedangkan akad mudharabah umumnya dilakukan pada saham perusahaan publik (Soemitra, 2009: 138). Saham menurut Dewan Syari’ah Nasional didefinisikan sebagai suatu bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria syariah dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa (Yuliana, 2010:71).
Al-Quran dan Hadits merupakan sumber hukum yang utama bagi umat Islam. Dalam al-Quran dan Hadits tidak hanya dibahas soal agama, namun juga permasalahan manusia dengan manusia menyangkut ekonomi. Ketika, suatu masalah tidak dapat ditemukan rujukannya secara langsung dalam al- Quran dan Hadits barulah kita merujuk pada pendapat para sahabat Nabi dan ijma’ ulama. Salah satu contoh sederhananya adalah investasi saham. Pada transaksi saham terdapat perusahaan yang dikenal dengan emiten yang go public atau terdaftar di BEI yang membutuhkan modal pendanaan untuk menjalankan bisnisnya. Perusahaan terlebih dahulu melakukan IPO agar masyarakat umum dapat ikut melakukan pembelian sahamnya. Kemudian secara resmi saham perusahaan tersebut setelah IPO terdaftar sebagai saham yang dijual secara bebas di BEI. Kemudian, perusahaan akan melakukan Rapat Umum Pemegang Saham untuk memutuskan pembagian dividen atau tidak. Jika perusahaan memutuskan tidak memberikan dividen tahunan maka perusahaan menggunakan laba ditahan tersebut untuk kebutuhan pendanaan perusahaan kembali.Transaksi jual beli saham tersebut berjalan secara berkesinambungan di pasar sekunder yaitu Bursa Efek Indonesia. Khusus saham syariah, perusahaan-perusahaan yang terdaftar di tampilkan di Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Perusahaan yang telah memenuhi kriteria sebagai saham syariah maka sahamnya akan bisa dilepas dan dibeli oleh publik. Terdapat dua jenis saham yang tersedia yaitu saham biasa (common stock) dan saham istimewa (preferen stock). Seperti yang telah disebutkan bahwa dalam melakukan kegiatan apapun termasuk bermuamalah atau jual beli maka rujukan utamanya harus sesuai syariah Islam yaitu terdapat dalam al-Quran dan Hadits. Tidak hanya itu, jika perlu ada sumber penguat seperti kaidah fikih, pendapat ulama, dan ijma’ ulama.
Hukum mengenai saham syari’ah belum ada secara jelas dan pasti di dalam al-Qur’an dan hadits. Maka para ulama dan fuqaha kontemporer berusaha untuk menemukan rumusan kesimpulan hukum tersendiri dengan cara ijtihad mengenai saham ini. Para fuqaha kontemporer berselisih pendapat dalam memperlakukan salam. Sebagian membolehkan transaksi jual beli saham dan ada juga yang tidak membolehkan. Menurut Wahbah al Zuhaili, bermuamalah dengan (melakukan kegiatan transaksi atas) saham hukumnya boleh, karena pemilik saham adalah mitra dalam perseroan sesuai dengan saham yang dimilikinya. Pendapat para ulama yang memperbolehkan jual beli saham serta pengalihan kepemilikan porsi suatu surat berharga berdasarkan pada ketentuan bahwa semua itu disepakati dan diizinkan oleh pemilik porsi lain dari suatu surat berharga. Keputusan Muktamar ke-7 Majma’ Fiqh Islami tahun 1992 di Jeddah juga menyatakan bahwa boleh menjual dan menjaminkan saham dengan tetap memperhatikan peraturan yang berlaku pada perseroan (Rivai, dkk, 2014: 247). Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Indonesia, dalam Fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/2003, telah merumuskan bahwa jual beli saham adalah boleh dilakukan. Perlu diketahui kategori saham syariah dibagi menjadi saham aktif dimana perusahaan menyatakan secara langsung dan tertulis mengenai kesyariahannya mengenai kegiatan usaha yang dijalankan di dalam anggaran dasar perusahaan, ketentuan ini mengacu pada POJK Nomor 17/POJK.04/2015 (Otoritas Jasa Keuangan, 2015). Kategori kedua, yaitu saham pasif dimana perusahaan tidak menyatakan kegiatan usahanya ke dalam anggaran dasar perusahaan sehingga lembaga berwenang perlu meninjau kesyariahan usaha yang dijalankan, peraturan tentang ini mengacu pada peraturan Bapepam LK. II. K. 1.
Berdasarkan ketentuan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) melalui faktwa-fatwa yang dikeluarkan terkait pasar modal syariah dan saham syariah dijelaskan bahwa Investasi Saham itu halal dan diperbolehkan oleh Islam. Diketahui juga bahwa investasi saham dalam Islam disebut musahamah yang merupakan turunan dari musyarakah (saling bersaham). Musyarakah sendiri sederhananya berarti “berkongsi, bekerjasama, dan bersyarikat”. Investasi saham syariah dengan tujuan untuk berinvestasi menurut perspektif hukum ekonomi syariah diperbolehkan. Hal ini dikarenakan jual beli saham dengan sistem underlying saham yang halal dianjurkan guna memenuhi investasi dan mengembangkan aset, ini merupakan salah satu tujuan agama Islam yaitu maqasid syariah (hifdzul maal). Namun, jika jual beli saham dilandaskan atas dasar spekulasi maka itu diharamkan karena mengandung maysir dan gharar.
Prinsip-prinsip penyertaan modal secara syari’ah di Indonesia tidak diwujudkan dalam bentuk saham syari’ah ataupun non syari’ah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang memenuhi prinsip-prinsip syari’ah (Aziz, 2010: 97). Menurut Alhabshi, pasar modal syari’ah dalam konteks saham syari’ah pada dasarnya tidak boleh mengandung transaksi ribawi, transaksi gharar, dan juga tidak boleh bergerak pada sektor yang diharamkan oleh syari’ah. Pasar modal ini seharusnya bebas dari transaksi yang tidak beretika seperti manipulasi pasar, insider trading1, dan short selling2 (Umam, 2013: 128).
Transaksi pembelian dan penjualan saham di pasar modal syari’ah menurut Irfan Syauqi, tidak boleh dilakukan secara langsung dan dilarang dalam Islam. Hal tersebut dikarenakan pada penjualan saham di pasar modal konvensional, investor dapat membeli dan menjual saham secara langsung dengan menggunakan jasa broker atau pialang. Sehingga memungkinkan bagi para spekulan untuk mempermainkan harga. Hal ini mengakibatkan perubahan harga saham sudah ditentukan oleh kekuatan pasar, bukan karena nilai intrinsik saham itu sendiri lagi (Umam, 2013: 129). Oleh karena itu, emiten memberikan otoritas kepada agen di lantai bursa pada proses perdagangan saham syari’ah. Lalu agen tersebut bertugas mempertemukan antara emiten dan calon investor namun bukan untuk menjual dan membeli saham secara langsung. Pada tahapan berikutnya, saham tersebut dijual atau dibeli karena sahamnya memang tersedia dan berdasarkan prinsip first come –first served (Umam, 2013: 129)
Penulis : Nia Rostanti
Sumber gambar :
Sumber artikel :
Choirunnisak, C. (2019). SAHAM SYARIAH; TEORI DAN IMPLEMENTASI. Islamic Banking : Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan Perbankan Syariah, 4(2), 67-82.
https://doi.org/10.36908/isbank.v4i2.60
https://doi.org/10.26618/j-hes.v5i01.4819