Quo Vadis Islamic Micro Financing (IMF) di Indonesia, di Masa dan Pasca Covid-19
(Departemen Knowledge/KSEI IAIN Purwokerto)
Islamic Micro Financing (IMF) yakni suatu lembaga keuangan mikro yang dijalankan sesuai tenaga prinsip
syariah. Pada umumnya berbadan hukum Koperasi, atau sering kita kenal dengan BMT. Menurut
Permenkop dan UKM No. 16 tahun 2015, Koperasi/BMT yang berbadan hukum disebut dengan KSPPS
(Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah).
Komposisi berdasarkan akad yaitu Murabahah 68,30%, Mudharabah 15,20%, Ijarah 10,20% dan
Musyarakah 6,3%. Dari komposisi ini menggambarkan tentang kondisi Lembaga Keuangan dengan
operasional dan aset yang tinggi, dan ini bisa mempresentasikan BMT di Indonesia.
Proporsi pembiayaan yang ada di LKMS/BMT/KSPPS menjelaskan kepada kita, bagaimana Lembaga
Keuangan Mikro sedang menempatkan mau berapa lama bagi mereka bertahan atau berhenti, dan yang
lebih penting adalah menggambarkan risiko IMF pada waktu tersebut. IMF alias LKMS. Pembahasan
LKMS ini lebih kita titik beratkan pada KSPPS/BMT di bawah Kementerian Koperasi.
Kondisi per tahun 2015 terdapat 6000-an KSPPS (Unair News), dengan rata-rata data dari Kemenkop
yaitu disini NPF menggambarkan pembiayaan bermasalah, dengan nilai NPF sebesar 6,8% angka yang
sangat tinggi, sementara Kemenkop memberikan batasan maksimal 5%. Namun kalau dilihat dari nilai
ROE atau nilai kemampuan lembaga untuk mendapatkan profit berbasis modal terbilang aman, tapi
risiko cukup tinggi. Nilai ROE, tahun 2011: 35,23%, 2012: 24,22%, 2013: 38,00%, 2014: 34,77% dan 2015:
31,55%. Kesimpulan dari research ini yakni pembiayaan dengan akad Murabahah yang dikombinasikan
dengan Mudharabah pada presentase tertentu memberikan return cukup tinggi dengan risiko yang
menurun dibanding dengan risiko 100% Murabahah.
Tentang komposisi pembiayaan, pembiayaan Murabahah memiliki risiko yang paling tinggi pada masa
Covid-19. Dalam konteks tersebut Hybrid Contract antara Murabahah dengan Mudharabah secara risiko
adalah rendah. Mudharabah menempati risiko yang lebih tinggi di atasnya, adapun Murabahah memiliki
risiko yang paling tinggi dan the real practice in islamic micro finance adalah Murabahah.
Tapi kenyataan praktisnya adalah menyediakan aturan prudensial, membuat kerangka pengawasan
khusus, membuka kewajiban keterbukaan informasi publik ( _public disclosure_ ), dan pembentukan
program penjaminan simpanan keuangan mikro (sebagai kelanjutan dari pasal 19 UU Lembaga
Keuangan Mikro). Sebenarnya terdapat angin segar dari OJK, yakni cek pada POJK No. 11 Tahun 2020.
Dampak pembahasan tentang quo vadis IMF yakni meliputi _financing, market, liquidity, operation,_
dan _reputation_ .
Sumber:
Materi kajian online IQIF dari Alfalisyado, S.E, Sy, M.E
Picture by sindonews.com