Problematika Pembebasan Narapidana di Tengah Pandemi COVID-19

KSEI UIN SAIZU PURWOKERTO
5 Min Read

Problematika Pembebasan Narapidana di Tengah Pandemi COVID-19

Azizahtul Munawaroh (KSEI IAIN Purwokerto)

Virus Corona atau yang biasa disebut Covid-19 merupakan penyakit menular yang muncul pertama kali di Kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019 yang lalu. Sebagian besar orang yang terinfeksi Covid-19 akan mengalami gejala penyakit pernafasan ringan yang kemungkinan bisa meninggal. Covid-19 menyebar terutama melalui tetesan air liur ketika orang yang terinfeksi itu batuk atau bersin. Virus ini bisa menyerang siapa saja dan menular dengan cepat. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia juga menerapkan kebijakan untuk masyarakat memberlakukan lockdown dalam mencegah penyebaran virus ini. Virus yang sangat cepat merenggut ribuan nyawa manusia di Indonesia dan menjadikan berhentinya berbagai aktivitas kerja masyarakat, hal ini membuat pemerintah dan pejabat mengambil langkah cepat untuk mengatasi wabah ini salah satunya membebaskan narapidana.

Di Indonesia, pemerintah mengambil langkah cepat untuk menerapkan pembebasan narapidana melalui progam asimilasi dan integrasi mulai 31 Maret 2020. Asimilasi adalah pembinaan narapidana dewasa dan anak dengan membiarkan mereka hidup berbaur di lingkungan masyarakat. Asimilasi juga sebagai proses penyesuaian sifat yang asli dengan sifat lingkungannya sehingga terbentuk suatu keteraturan sosial dan kebiasaan sehingga terbentuknya budaya baru yang lebih sesuai. Sedangkan integrasi adalah pembebasan narapidana yang telah memenuhi syarat untuk bebas bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang pembebasan. Integrasi ini dilakukan dengan mekanisme yang kurang lebih sama dengan asimilasi.

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sampai tanggal 20 April 2020 telah membebaskan sekitar 38.822 narapidana dewasa maupun anak yang memiliki hukuman ringan melalui asimilasi dan integrasi. Tetapi tidak membebaskan untuk narapidana korupsi dan narkoba. Pembebasan asimilasi dan integrasi ini, pemerintah hanya bertujuan untuk memutuskan mata rantai penyebaran virus covid-19 di lingkungan lembaga pemasyarakatan. Pembebasan ini tidak hanya dibebaskan begitu saja,  tetapi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan peraturan Menkumham Nomor 10 tahun 2010 tentang syarat pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi narapidana dewasa dan anak. Putusan Menkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 tahun 2020 tentang pengeluarn dan pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19 (Nur Rohim Yunus, 2020).

Dalam pembebasan narapidana memiliki persyaratan melalui asimilasi sesuai dengan Kepmenkumham ini. Pertama, narapidana yang 2/3 masa pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020. Kedua, anak yang ½ masa pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020. Ketiga, narapidana dan anak yang terkait dengan PP No.99 tahun 2012, yang tidak sedang menjalin subsider dan bukan warga negara asing. Keempat, asimilasi dilaksanakan di rumah. Kelima, surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh Kepala Lapas, LPKA, dan Rutan.

Dalam penelitian Institut for Criminal Justice Reformasi (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, kebijakan pemerintah membebaskan narapidana dan anak di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini merupakan langkah yang tepat. Erasmus memaparkan, bahwa Lapas dan Rutan di Indonesia saat ini dalam kondisi kelebihan kapasitas. Bahkan dengan kapasitas ini hanya 130.000 dan dihuni oleh 270.000 narapidana. Lapas di Indonesia sudah memasuki kondisi kelebihan kapasitas. Dengan kondisi seperti ini tidak akan memungkinkan untuk menerapkan protokol pencegahan penyebaran Covid-19, seperti jaga jarak.

Erasmus juga mengungkapkan kekhawatiran masyarakat bakal meningkat kriminalitas dengan banyaknya narapidana yang dibebaskan. Tetapi pada narapidana akan pengulangan kejahatan terbilang minim. Pada tanggal 21 April 2020, dari 38.822 narapidana yang dibebaskan tercatat 27 narapidana yang kembali melakukan kejahatan atau kriminal dan jika dipresentasikan sebanyak 0,07%. Dengan demikian, narapidana yang terbebas harus mendapatkan pengawasan oleh masyarakat sekitar dan masyarakat harus lebih waspada dan berhati-hati. Seperti halnya setiap kegiatan yang dilakukan narapidana harus diawasi oleh pejabat daerah seperti RT, RW, dan perangkat desa. Dengan melakukan pengawasan tersebut agar narapidana tidak berulah lagi dan meresahkan masyarakat. Narapidana yang tetap melakukan hal kriminal karena mereka pikir dengan jalan kriminal mereka akan terpenuhi ekonominya.

 

Sumber Referensi

https://m.merdeka.com/khas/menkum-ham-yasonna-laoly-tidak-sembarangan-membebaskan-napi.html

https://m.hukumonline.com/berita/baca/lt5e831163535c0/cegah-covid-19–ini-syarat-narapidana-dan-anak-bebas-lewat-asimilasi-integrasi/

https://www.beritasatu.com/nasional/622171-langkah-pemerintah-bebaskan-napi-saat-pandemi-covid19-dinilai-tepat

https://m.detik.com/news/berita/d-4984811/kabareskrim-dari-38822-napi-asimilasi-yang-bebas-27-orang-kembali-berulah

picture by medcom.id

TAGGED: , ,
Share this Article
546 Comments