PERKEMBANGAN KONSUMSI DAN PENYEDIAAN ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

KSEI UIN SAIZU PURWOKERTO
6 Min Read

Energi sangat diperlukan dalam menjalankan aktivitas perekonomian Indonesia, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun untuk aktivitas produksi berbagai sektor perekonomian. Sebagai sumberdaya alam, energi harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat dan pengelolaannya harus mengacu pada asas pembangunan berkelanjutan.

Dari aspek penyediaan, Indonesia merupakan negara yang kaya dengan sumberdaya energi baik energi yang bersifat unrenewable resources maupun yang bersifat renewable resources. Namun demikian, eksplorasi sumberdaya energi lebih banyak difokuskan pada energy fosil yang bersifat unrenewable resources sedangkan energi yang bersifat renewable relatif belum banyak dimanfaatkan. Kondisi ini menyebabkan ketersediaan energi fosil, khususnya minyak mentah, semakin langka yang menyebabkan Indonesia saat ini menjadi net importir minyak mentah dan produk-produk turunannya.

Menurut Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral (2009) cadangan energy minyak mentah Indonesia hanya dapat diproduksi atau akan habis dalam kurun waktu 22.99 tahun, gas selama 58.95 tahun dan batubara selama 82.01 tahun. Hasil perhitungan ini menggunakan asumsi bahwa tidak ditemukan lagi ladang-ladang baru sebagai sumber energi fosil. Cadangan energy dapat meningkat (bertahan lama) apabila ditemukan landang-ladang yang baru.

Dari aspek konsumsi menunjukkan bahwa konsumsi energi Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada periode 2000-2008, konsumsi energi akhir mengalami peningkatan rata-rata per tahun sebesar 2.73 persen dari 764.40 Juta SBM menjadi 945.52 Juta SBM. Menurut jenis energi, konsumsi energi BBM merupakan konsumsi energi tertinggi yang diikuti oleh biomas, Gas, listrik dan batubara Kementrian Energi Dan Sumberdaya Mineral .

Dengan semakin menipisnya cadangan energi fosil pada satu sisi, sementara disisi lain konsumsi energi terus mengalami peningkatan menjadi ancaman terhadap perkembangan perekonomian Indonesia. Oleh karenanya berbagai upaya perlu dilakukan untuk mendorong pemanfaatan penggunaan energi yang efisien diiringi dengan pencarian sumber-sumber energi fosil baru secara intensif dan mengembangkan energi alternatif yang bersifat renewable resources.

Penyebab utama inefisiensi dalam pemanfaatan energi adalah kebijakan harga energi murah yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia. Menurut Tambunan (2006) kebijakan harga energi murah dengan memberikan subsidi yang besar membawa dampak negatif: Pertama, tingginya ketergantungan pada sumber energi minyak mentah. Sinyal harga yang rendah menjadi disinsentif bagi usaha diversifikasi maupun konservasi (penghematan) energi. Kedua, subsidi BBM di APBN mengancam keberlangsungan fiskal pemerintah. Ketiga, tidak optimalnya pemanfaatan sumber energi lain, seperti gas alam dan batubara yang cadangannya jauh lebih besar dari minyak mentah maupun energi baru dan terbarukan. Keempat, maraknya penyelundupan BBM ke luar negeri sehingga tingkat permintaan lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan nyata. Kelima, maraknya kegiatan pengoplosan BBM yang merugikan negara dan konsumen umum. Dan keenam, sinyal harga mendistorsi kelayakan investasi di sektor hilir migas (Tambunan, 2006)

Pemanfaatan energi yang boros diperlihatkan oleh elastisitas energi yang tinggi. Nilai elastisitas energi rata-rata pada periode 1995-2008 sebesar 2.17. Hal ini berarti apabila pertumbuhan ekonomi (PDB) meningkat sebesar 1 persen maka konsumsi energi akhir akan meningkat sebesar 2.17 persen. Angka ini mengidikasikan Indonesia tergolong negara boros energi. Energi di Indonesia masih banyak digunakan untuk kegiatan yang tidak menghasilkan. Angka elastisitas dibawah 1 dicapai bila energi yang tersedia telah dimanfaatkan secara produktif, sebagaimana yang terjadi di negara-negara maju yang berkisar 0.55 – 0.65. Dengan kata lain negara maju memiliki sistem ketahanan energi yang kuat, terbarukan, terdistribusi merata, serta dimanfaatkan secara optimal dan produktif.

Indikator lainnya yang menunjukkan terjadinya pemborosan dalam pemanfaatan energi di Indonesia adalah intensitas energi. Intensitas energi adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi akhir dengan PDB per kapita. Semakin efisien suatu negara, maka intensitasnya akan semakin kecil. Selama ini, subsidi energi yang telah diterapkan pemerintah justru mengakibatkan pemborosan energi, karena penggunaannya kurang optimal. Hal ini tercermin dari intensitas energi yang relatif tinggi, yakni 482 TOE (ton-oil-equivalent) per sejuta Dollar AS. Artinya untuk menghasilkan nilai tambah (PDB) 1 juta dollar AS, Indonesia membutuhkan energi 482 TOE. Sebagai perbandingan, intensitas energi Malaysia hanya 439 TOE/juta Dollar AS, dan intensitas energi rata-rata negara maju yang tergabung dalam Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) hanya 164 TOE/juta Dollar AS. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi penghematan energi di Indonesia masih cukup besar (Ir. Anang Supriadi Saleh, 2018).

Dari uraian di atas terlihat bahwa permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah konsumsi energi yang meningkat dan cenderung boros, sedangkan cadangan energi fosil yang semakin menipis dan pengembangan energi alternatif yang lambat. Secara lebih detail perkembangan konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia berikut permasalahan yang dihadapi akan dibahas dalam artikel ini.   Artikel ini merupakan bagian dari suatu studi yang penulis lakukan secara komprehensif tentang “Dinamika Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia”. Artikel ini ditulis dengan tujuan untuk mendiskusikantentang perkembangan konsumsi  energi berdasarkan pengguna dan penyediaan energi berdasarkan jenis energi.

 

 

Penulis : Nadia Anggita Safitri

Sumber Gambar : Coaction Indonesia

Sumber Artikel :

Sumber: Elinur, D.S. Priyarsono. Mangara Tambunan. dan  Muhammad Firdaus, PERKEMBANGAN  KONSUMSI DAN PENYEDIAAN ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA, Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE), Volume 2,  Nomor 1, Desember 2010.

Ir. Anang Supriadi Saleh, M. A. (2018). Energi & Elektrifikasi Pertanian. Yogyakarta: Deepublish.

Tambunan, M. (2006). The Second High Cycle of World Oil (Energy) Price Crisis: Challenges and Option. Washington: Global Dialogue on Natural Resources,.

Share this Article
5431 Comments