Perkembangan dunia digital yang sangat cepat ini membuat masyarakat dapat merasakannya dengan pasti. Dengan adanya fenomena perkembangan teknologi dan informasi, tentunya memberikan manfaat yang nantinya akan berpengaruh terhadap dinamika kehidupan masyarakat. Penggunaan alat transaksi seperti alat tukar juga mengalami banyak perubahan. Perubahan itu dimulai ketika penggunaan alat tukar dengan menggunakan sistem barter. Perubahan ini yang nantinya akan mendorong pergeseran ke arah penggunaan logam mulia, emas, dan perak.
Kemudian, masyarakat akan mengalami perubahan dimana mereka mengenal akan adanya uang yang tentu saja masih digunakan sampai saat ini. Pemanfaatan teknologi informasi ini akan menghasilkan suatu sistem alat tukar yang berbasis digital atau sekarang lebih umum dikenal dengan sebutan e-money. Syarat umum alat tukar berupa uang ini dapat digunakan atau bahkan diterima oleh kalangan masyarakat yaitu apabila memiliki suatu fungsi sebagai alat untuk bertukar, satuan alat hitung, dan sebagai alat yang mempunyai nilai simpan. (Firmansyah&dacholfany, 2018).
Bersamaan dengan kemajuan teknologi digital informasi yang berkembang saat ini, mulai muncullah sebuah alat tukar yang sedang populer, yang dikenal dengan sebutan bitcoin atau biasa disebut dengan sebuah alat tukar atau mata uang yang disajikan dalam bentuk digital (Cryptocurrency). Mata uang ini merupakan sebuah mata uang yang berbasis digital atau transaksinya tampil dengan penggunaan perangkat lunak komputer seperti internet itu sendiri. Mengenai keberadaan cryptocurrency ini masih belum di ketahui sepenuhnya secara pasti.
Kemunculan mata uang kripto berawal pada tahun 2008, bersamaan dengan sebuah artikel dengan penulis Satoshi Nakamoto. Kehadiran dari adanya cryptocurrency tentunya dikarenakan adanya sebuah keinginan dalam kemudahannya melakukan transaksi yaitu secara online (daring). Kegiatan transaksi ini tanpa melibatkan adanya sebuah lembaga keuangan. Oleh karena itu, transaksi tersebut tidak memerlukan biaya pengeluaran antar lembaga keuangan lainnya.
Transaski ini merupakan sebuah bentuk kepercayaan antara kedua belah pihak yang saling sepakat antara penjual dan pembeli dalam pelaksanaan transaksi tersebut. Kehadiran dari adanya mata uang ini tentu saja menarik perhatian dunia keuangan, karena tidak hanya mata uangnya yang bisa dibilang 100% murni digital, akan tetapi mata uang ini juga memakan biaya yang rendah, dan tidak bergantung pada lembaga keuangan/pemerintah. Mata uang ini memberikan gambaran yang pasti yaitu orang tersebut benar-benar memiliki mata uang/koin tersebut. Keberadaan mata uang ini di Indonesia belum memiliki legalitas yang dikeluarkan oleh pemerintah, yang menyebabkan timbulnya pro dan konta (Azizah,2020).
Hal ini dikarenakan, mata uang ini merupakan suatu kejadian/fenomena yang baru tentunya oleh sebagian masyarakat di Indonesia. Dalam dinamika pro dan kontranya juga terjadi di kalangan para ulama dalam penggunaan cryptocurrency sebagai alat transaksi, hal ini disebabkan karena belum terpenuhinya kriteria dan unsur mata uang cryptocurrency dalam prinsip perekonomian yang berbasis syariah (prinsip ekonomi islam).
Pertama, berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua Bidang Pengurus MUI Pusat, Cholil Nafis, mengatakan bahwasanya terkait mata uang tersebut telah diberikannya sebuah 11 catatan. Dengan hasil, Bitcoin merupakan sebuah investasi yang pengungkapannya mirip seperti halnya dengan gharar, yaitu merugikan orang lain. Seperti tidak dapat dikontrolnya harga dan tidak ada yang menjamin keberadaannya secara resmi, karena tidak adanya sebuah asset pendukung.
Adapun 11 catatan yang dilansir MUI seperti halnya : Pertama, Bitcoin merupakan alat transaksi berupa investasi yang mengalami perkembangan teknologi digital yang keberadaannya diluar lembaga keuangan/pemerintah (bank sentral) di dunia manapun, yang mekanisme sepenuhnya tergantung pada permintaan dan persediaan barang. Kedua, tersebar dalam jejaring dengan pemilikan buku akuntansi Blokchain berupa pengaksesan publik yang telah tercatat bagi seseorang yang telah melakukan transaksi sebelumnya (Jejaring peer-to-peer). Ketiga, mulai dikenalkan oleh Satoshi Nakamoto, dengan berbasis cryptography yang dalam transaksinya dikenal dengan cryptocurrency. Selanjutnya, pemerintah tidak memberikannya sebuah regulasi dan bukan mata uang resmi, hanya terbatas 12 juta dengan perolehan pembelian ataupun penambangan alat tukar investasi. Digolongkannya sebagai mata uang asing di beberapa Negara, otoritas dan regularnya tidak diakui karena menampilkan aset yang transaksinya hampir sama dengan forex, sehingga trading-nya bersifat spekulatif. Pengungkapannya ulama yang mengatakan kemiripannya dengan uang sebagai alat tukar, standar nilai dan penyimpanan yang diterima masyarakat umum, namun ulama lain melakukan penolakan karena belum diakuinya oleh kebanyakan negara. Pendefinisian uang sebagai alat pertukaran yang secara umum diterima dalam bentuk dan kondisi apapun. Di bolehkannya mata uang ini oleh fatwa DSN MUI dengan berbagai ketentuan seperti, tidak di perbolehkannya spekulasi adanya sebuah kebutuhan, dalam transaksinya harus sama dan tunai, jika terdapat kelainan maka digunakannya kurs. Di bolehkannya dalam hukum dengan syarat adanya serah terima dengan kuitansi (jika jenis sama), dengan hakiki/hukmi (jenis beda). Penggunaan investasi yang lebih dekat dengan gharar karena tidak adanya aset pendukung dan jaminan secara resmi. Di hukumi mubah dalam pengakuan dan penggunaannya, di hukumi haram sebagai bentuk investasi karena bersifat spekulasi.
Kedua, berdasarkan fatwa Nahdatul Ulama (NU). Bitcoin itu sendiri di klasifikasikan sebagai aset virtual dalam perdagangan, sebagai bentuk investasi yang tidak diatur oleh pemerintah sehingga memiliki tingkat resiko keamanan yang tinggi. Dan minimnya pengawasan oleh pemerintah ini menjadi penyebab ke-legalitasan mata uang ini. Sehingga, apabila hal ini terdapat pelarangan terkait beredarnya mata uang tersebut karena terancamnya kejahatan, maka masyarakat wajib mematuhinya.
Ketiga, menurut fatwa Muhammadiyah. Hukum mata uang ini tergantung pada penggunaanya. Jikalau digunakan untuk penggunaan dalam pelahiran produk yang buruk, maka hukumnya haram. Namun sebaliknya, apabila pelahiran produknya digunakan dengan baik maka bisa di hukumi halal. Akan tetapi, lebih baik kita tidak menggunakannya karena belum diakui legalitasnya oleh kebanyakan negara dan tingkat inflasi yang cukup tinggi berjalan dalam waktu singkat tentunya dapat merugikan kita sendiri.
Penulis : Rindi Marita Puspitasari
Sumber gambar : mericanbazaaronline.com
Sumber :
Priyatno, Prima Dwi, dan Isti Nuzulul Atiah. 2021. Melirik Dinamika Cryptocurrency dengan Pendekatan Ushul Fiqih. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(03),1682-1688.
Basywar, Muhammad, dan Fikri Haekal Amdar. Fatwa-fatwa Transaksi Digital Studi KomparatifFatwa NU dan Muhammadiyah. Muhammad Basywar, 1(01),69-74.
Noorsanti, Rina Candra, Heribertus Yuianton, dan Kristophorus Hadiono. 2018. Blockchain-Teknologi Mata Uang Kripto (Cryptocurrency). Prosiding SENDI_U, 1-2.
Bihantara, Ida Bagus Prayoga. 2018. Teknologi Blockchain Cryptocurrency di Era Revolusi Digital.Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Teknik Informatika (SENAPATI) ke-9. 173-174.