Gempuran Produk Impor dna Masa Depan UMKM Lokal: Krisi Identitas Ekonomi Rakyat

KSEI UIN SAIZU PURWOKERTO
5 Min Read

Di tengah pesatnya globalisasi dan liberalisasi perdagangan, Indonesia menghadapi tantangan serius dalam menjaga keberlangsungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Salah satu ancaman utama adalah membanjirnya produk impor yang secara masif dan sistematis menguasai pasar domestik. Fenomena ini tidak hanya berimbas pada sisi ekonomi, tetapi juga memunculkan krisis identitas dalam lanskap ekonomi rakyat. Produk-produk asing dengan harga murah dan kualitas seragam sering kali menyingkirkan produk lokal, meskipun produk lokal memiliki nilai budaya dan sosial yang tinggi. Akibatnya, pelaku UMKM lokal tidak hanya kehilangan pasar, tetapi juga kehilangan jati diri sebagai tulang punggung ekonomi nasional.

UMKM selama ini dipandang sebagai sokoguru perekonomian Indonesia. Mereka menyerap lebih dari 97% tenaga kerja nasional dan menyumbang lebih dari 60% terhadap PDB nasional (Kementerian Koperasi dan UKM, 2023). Namun, di era keterbukaan ekonomi global, UMKM menghadapi persaingan yang tidak seimbang. Negara-negara produsen besar seperti Tiongkok, Vietnam, dan Thailand, mampu menekan harga produksi hingga titik minimum dan menguasai pasar Indonesia dengan produk massal. Di sisi lain, pelaku UMKM kita masih bergelut dengan persoalan klasik seperti permodalan, teknologi, akses pasar, dan regulasi yang tidak berpihak.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS, 2024), nilai impor barang konsumsi Indonesia meningkat sebesar 22,4% dalam dua tahun terakhir. Lonjakan ini terutama didominasi oleh produk-produk tekstil, makanan olahan, dan barang elektronik ringan—kategori yang sebagian besar diproduksi juga oleh UMKM lokal. Di sisi lain, tingkat pertumbuhan UMKM mengalami perlambatan. Data dari Kementerian Koperasi dan UKM (2024) menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah UMKM hanya sebesar 1,8% pada tahun 2023, turun dari 3,2% pada tahun sebelumnya.

Studi dari Lubis & Salsabila (2024) menyatakan bahwa hanya 27% UMKM yang mampu menembus pasar ekspor, sementara sisanya bergantung pada pasar domestik yang semakin jenuh oleh produk asing. Selain itu, hasil survei oleh LPEM FEB UI (2023) menunjukkan bahwa 64% pelaku UMKM merasa bahwa produk asing menghambat penjualan mereka, terutama di sektor fesyen, kerajinan tangan, dan kuliner. Di sisi identitas, survei dari CSIS (2023) menyebutkan bahwa lebih dari 70% konsumen muda di kota besar lebih memilih produk luar negeri karena dianggap lebih trendi, berkualitas, dan prestisius. Ini menunjukkan pergeseran nilai yang mengikis apresiasi terhadap produk lokal, sekaligus menantang posisi UMKM sebagai bagian dari kebanggaan nasional.

Produk impor, terutama dari negara dengan biaya produksi rendah, dapat dijual di Indonesia dengan harga sangat murah. UMKM lokal tidak mampu bersaing karena keterbatasan skala ekonomi, akses bahan baku, dan teknologi. Dalam kondisi ini, konsumen lebih memilih produk impor yang lebih murah meskipun kualitasnya relatif setara. Akibatnya, UMKM kehilangan posisi strategis mereka di pasar lokal.

Dalam kerangka ekonomi mikro, keunggulan harga ini menciptakan market failure bagi UMKM lokal. Pemerintah tidak cukup hadir sebagai regulator untuk menciptakan level playing field. Kondisi ini diperburuk dengan rendahnya preferensi konsumen terhadap produk dalam negeri akibat lemahnya edukasi dan promosi atas nilai-nilai lokal.

Fenomena consumerism global telah mengubah pola konsumsi masyarakat Indonesia. Citra produk asing sering diasosiasikan dengan kemajuan, gaya hidup modern, dan status sosial. Sebaliknya, produk lokal sering kali dianggap kuno dan tidak kompetitif. Hal ini berdampak pada semakin rendahnya kebanggaan masyarakat terhadap produk dalam negeri.

Sebagaimana dinyatakan oleh Kurniawan & Gitayuda (2021), identitas ekonomi suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh kebijakan makro, tetapi juga oleh pola konsumsi dan preferensi individu. Ketika mayoritas konsumen lebih memilih produk asing, maka daya saing dan identitas ekonomi nasional tergerus secara perlahan namun pasti.

Ketergantungan pada produk impor juga dapat dilihat sebagai bentuk penyerahan sebagian kedaulatan ekonomi kepada negara lain. Jika UMKM sebagai pondasi ekonomi rakyat terus melemah, maka struktur ekonomi Indonesia akan menjadi sangat rentan terhadap krisis eksternal. Selain itu, berkurangnya aktivitas ekonomi lokal akan menghambat penciptaan lapangan kerja dan memperlebar ketimpangan sosial.

Daftar Pustaka

Kurniawan, M. Z. (2021). Peran Inklusi Keuangan Pada Perkembangan UMKM Di Madura. . Ekonika: Jurnal Ekonomi Universitas Kadiri.

Lubis, P. S. (2024). Peran UMKM Dalam Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Di Indonesia. MUQADDIMAH: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi dan Bisnis.

Prawana, I. Y. (2024). Peran Literasi Keuangan dan Fintech Syariah dalam Mendorong Inklusi Keuangan pada Pelaku UMKM. JEKSya: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah.

Safii, M. A. (2024). Peran Ekonomi Syariah dalam Mendorong Inklusi Keuangan: Meningkatkan Akses dan Kesejahteraan. Jurnal Rumpun Manajemen dan Ekonomi,.

Penulis: Latifahtul Ulum

Share this Article
Leave a comment