Ekonomi Hijau dalam Bingkai Ekonomi Islam: Sinkronisasi Prinsip Syariah dan Penerapan di Sektor Pertanian

KSEI UIN SAIZU PURWOKERTO
6 Min Read

Ekonomi hijau merupakan konsep pembangunan berkelanjutan yang menekankan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Dalam perspektif Islam, prinsip ini sejalan dengan maqashid al-syariah yang mengedepankan kemaslahatan, keadilan, serta pemeliharaan alam sebagai amanah Allah SWT. Artikel ini membahas sinkronisasi antara prinsip syariah dengan implementasi ekonomi hijau pada sektor pertanian.

Melalui pendekatan fiqh muamalah, ditemukan bahwa praktik pertanian berkelanjutan seperti pengelolaan lahan organik, efisiensi air, dan distribusi hasil yang adil merupakan perwujudan dari nilai-nilai Islam dalam menjaga keberlanjutan hidup manusia. Perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan degradasi lahan pertanian menjadi tantangan besar bagi pembangunan ekonomi global. Untuk menjawab persoalan tersebut, muncul konsep ekonomi hijau (green economy) yang menekankan efisiensi sumber daya dan pengurangan dampak negatif lingkungan.

Dalam Islam, prinsip ini bukanlah hal baru, sebab Al-Qur’an dan Hadis telah mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan alam (mīzān), larangan melakukan kerusakan (fasād), serta kewajiban memanfaatkan bumi secara bijak. Sektor pertanian sebagai penyedia pangan utama memiliki peran strategis dalam penerapan ekonomi hijau. Dalam bingkai syariah, praktik pertanian tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga harus memperhatikan aspek keadilan, keberlanjutan, dan keberkahan.

Ekonomi hijau didefinisikan oleh UNEP (2011) sebagai model pembangunan yang meningkatkan kesejahteraan manusia dan keadilan sosial, sekaligus mengurangi risiko lingkungan. Prinsip dasarnya seperti efisiensi sumber daya, reduksi emisi karbon, dan keadilan distribusi hasil. Ekonomi Islam berlandaskan pada maqashid al-syariah yang mencakup pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta

Dalam konteks lingkungan, pemeliharaan jiwa (hifz al-nafs) dan harta (hifz al-mal) tidak dapat dilepaskan dari ketersediaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Prinsip-prinsip yang relevan diantaranya prinsip keadilan, amanah, efisiensi, dan maslahah untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan, dengan mengelola sumber daya alam secara bijak dan bertanggung jawab demi kebaikan bersama.

Ekonomi hijau sejalan dengan syariah karena sama-sama menolak eksploitasi berlebihan yang merusak ekosistem. Sinkronisasi antara ekonomi hijau dan prinsip syariah dalam pertanian dapat dilihat dalam beberapa aspek penting. Pertama, dalam produksi pertanian, ekonomi hijau mendorong praktik ramah lingkungan seperti penggunaan pupuk organik, rotasi tanaman, dan agroforestri, sementara syariah melarang pencemaran tanah dan air serta menganjurkan bercocok tanam sebagai amal jariyah yang berpahala.

Kedua, dalam pengelolaan sumber daya air, ekonomi hijau menekankan efisiensi irigasi, dan syariah menegaskan bahwa air adalah hak bersama yang tidak boleh dimonopoli. Ketiga, terkait distribusi hasil pertanian, ekonomi hijau mendorong keadilan sosial, sementara syariah menerapkan zakat pertanian, infak, dan sedekah untuk mengurangi ketimpangan ekonomi. Terakhir, dalam pembiayaan pertanian, ekonomi hijau mendukung akses permodalan bagi petani kecil, dan syariah menawarkan solusi melalui akad mudharabah, musyarakah, atau qardhul hasan yang bebas riba, mendukung kesejahteraan petani secara adil dan berkelanjutan. Dengan demikian, integrasi kedua konsep ini dapat menciptakan pertanian yang tidak hanya produktif tapi juga etis dan ramah lingkungan.

Dalam mendukung pertanian berkelanjutan, prinsip ekonomi syariah dapat diterapkan melalui beberapa metode yang berfokus pada pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Pertanian organik menjadi salah satu solusi dengan mengutamakan pupuk alami dan pestisida ramah lingkungan, sejalan dengan prinsip syariah yang melarang kerusakan alam. Selain itu, agroforestri juga berperan penting dengan menggabungkan tanaman pangan dan pepohonan untuk menjaga keseimbangan ekosistem, sesuai dengan konsep keseimbangan dalam Islam.

Penggunaan teknologi irigasi hemat air seperti drip irrigation turut mendukung efisiensi sumber daya air dan menghindari pemborosan. Pembiayaan syariah juga dapat berkontribusi melalui produk seperti green sukuk atau mudharabah untuk mendukung proyek pertanian ramah lingkungan. Dengan penerapan ini, pertanian dapat menjadi lebih produktif, berkelanjutan, dan sesuai dengan nilai-nilai syariah.

Ekonomi hijau dan ekonomi Islam memiliki titik temu yang kuat dalam hal keberlanjutan, keadilan, dan kesejahteraan sosial. Implementasi di sektor pertanian dapat dilakukan melalui praktik pertanian organik, efisiensi penggunaan air, agroforestri, serta sistem pembiayaan syariah. Dengan demikian, ekonomi hijau bukanlah konsep asing dalam Islam, melainkan refleksi nyata dari ajaran syariah tentang pengelolaan alam secara adil dan berkelanjutan.

Daftar Pustaka

Maásah, Zahrotul. “EKONOMI HIJAU DALAM PERSPEKTIF HUKUM  EKONOMI ISLAM.” HEI EMA: Jurnal Riset Hukum, Ekonomi Islam, Ekonomi, Manajemen Dan Akuntansi E.ISSN: 2828-8033 4 (2025): 102–11. https://jurnal.stisalhilalsigli.ac.id/index.php/jhei.

Eny Latifah, Rudi Abdullah. “PRESPEKTIF MAQASHID SYARIAH : PERAN      EKONOMI HIJAU DAN BIRU DALAM MEWUJUDKAN SUSTAINABLE.” JISEF: Journal Of International Sharia Economics and Financial 2, no. 01 (2023): 1–22. https://doi.org/https://doi.org/10.62668/jisef.v2i01.1128.

Nurfasira, Andi Ika Fahrika, Shadriyah. “Penerapan Prinsip Ekonomi Hijau Dalam Pengembangan Pertanian Pedesaan Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus Desa Mattoanging).” Digital Bisnis: Jurnal Publikasi Ilmu Manajemen Dan E-Commerce 4 (2025): 373–93. https://doi.org/https://doi.org/10.30640/digital.v4i1.3955.

Romli, Mohammad. “INTEGRASI PRINSIP-PRINSIP EKONOMI SYARIAH DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI HIJAU (GREEN ECONOMY) DI INDONESIA” 8 (2024): 1–14.

Penulis: Lulu Afita Adiniah, Alfiana Triani

Share this Article
Leave a comment