Covid-19, Perekonomian, dan Akhlak Masyarakat
Oleh: Dewi Sukmawati
(Departemen Research and Development)
Masyarakat sekarang ini telah diresahkan dengan adanya Covid-19. Covid-19 atau Corona muncul pada bulan Desember 2019 di Wuhan China, dimana ada beberapa orang yang mengalami radang paru-paru (pneumonia) yang tidak diketahui penyebabnya. Dari data Media Informasi Resmi Terkini Penyakit Infeksi Emerging yang update hingga 28 Maret 2020 Pukul 12.00, Covid-19 secara global terdapat 509.164 kasus konfirmasi, 23.335 kasus meninggal, dan 4,6% angka kematian. Di China terdapat 80.078 kasus konfirmasi, 74.791 kasus sembuh, dan 3.298 kasus meninggal. Hal ini terdampak pada 197 negara terjangkit dan 138 negara transmisi lokal.
Covid-19 di Indonesia sendiri telah menyebar di 29 Provinsi. Dikutip dari Covid19.go.id, Covid-19 di Indonesia sampai dengan tanggal 28 Maret 2020 pukul 15.41 WIB, terkonfirmasi terdapat 1.155 dimana 994 pasien dirawat, 102 pasien meninggal, dan 59 pasien sembuh. Tidak dipungkiri bahwa virus ini akan menyebar lebih luas dan merenggut kesehatan bahkan nyawa banyak orang, baik di usia dewasa, remaja, maupun anak-anak. Pemerintah sendiri telah menetapkan kebijakan social distancing atau memberikan jarak dengan orang lain. Ini dilakukan untuk memperlambat penyebaran virus Covid-19.
Penyebaran virus ini telah menimbul efek negatif pada perekonomian Indonesia seperti terhambatnya kegiatan ekspor-impor, rupiah yang semakin melemah (saat ini tembus hampir 17.000 rupiah), kelesuan ekonomi terutama bagi rakyat menengah ke bawah, lumpuhnya sektor pariwisata, kelangkaan sejumlah barang dan kebutuhan pokok. Dikutip dari Kompas.com, Deputi Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, IGP Wira Kusuma mengatakan peran China dalam perekonomian Indonesia sangat vital. Sebab, China merupakan mitra dagang utama Indonesia dan sebagai penyumbang wisatawan terbanyak kedua. Sepanjang tahun 2019, eksplor Indonesia ke China tercatat sebanyak 29.769 juta dollar AS, atau sebesar 17% total eksplor Indonesia. Sedangkan impor pada periode yang sama tercatat 29,42 juta dollar AS, dengan porsi 17,2% terhadap total impor dalam negeri.
Selain itu, terjadi penurunan drastis atas jumlah wisatawan asing dari China ke Indonesia. Ini terjadi sejak ditutupnya arus lalu lintas demi menghindari penyebaran virus dari Wuhan sendiri. Dalam hal ini pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi dampak perekonomian ini, pemerintah melakukan beberapa langkah pencegahan, baik fiskal maupun nonfiskal, keuangan dan pangan seperti: melonggarkan kebijakan ekspor dan impor, kebijakan relaksasi pajak, melakukan pelonggaran dan restrukturisasi kredit/pembiayaan, dan menjamin kesediaan pangan.
Lantas, bagaimana sikap masyarakat dengan adanya virus Covid-19 ini? Seharusnya dengan adanya problematika ini masyarakat akan lebih bersikap akhlakul karimah. Namun kenyataannya, beberapa masyarakat memanfaatkan kondisi ini untuk berlomba-lomba dalam keburukan dimana munculnya praktik penimbunan masker di sejumlah daerah seperti Semarang, Makasar, Jakarta, dan Tanggerang. Mereka menjualnya kembali dengan harga berkisaran Rp 300.000-Rp 350.00 per boks. Ini bukan hal yang baik, islam melarang adanya penimbunan barang, Allah SWT berfirman dalam QS. At-Taubah ayat 34-35, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang bathil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam Neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung, dan punggung mereka: (lalu katakan) kepada mereka, inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”
Selain itu, adanya virus Covid-19 menjadikan masyarakat panik dan beramai-ramai memborong belanjaan. Peristiwa ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam struktur harga, karena permintaan yang tinggi namun stok terbatas. Hal ini pula mendorong ketidakpastian harga yang bisa mendorong kenaikan harga akibat pasokan dan supply yang tidak seimbang. Peristiwa memborong belanjaan berlebihan demikian akan merugikan banyak orang. Akan ada banyak masyarakat menengah ke bawah yang tidak berkesempatan untuk membeli kebutuhan bila hal itu terjadi. Sikap yang berlebihan sungguh tidak baik. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk hidup tidak berlebihan. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 77, yang artinya:
“Katakanlah, Hai Ahli Kitab, jangan kau berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.”
Dalam menyikapi adanya Covid-19, seharusnya kita bisa saling menjaga dan menguatkan serta mengikuti kebijakan-kebijakan pemerintah yang telah ada seperti halnya social distancing untuk memperlambat penyebaran virus Covid-19. Kita pula harus menanamkan budaya hidup sehat pada diri sendiri, keluarga, serta lingkungan yang ada. Jangan mudah menerima berita-berita hoax (berita yang tidak bisa dipertanggungjawabkan). Tanamkan akhlakul karimah pada diri kita. Dimana kita seharusnya peduli pada sesama, menghindari pratik-pratik yang tidak baik, dan tidak bersikap berlebihan pada apa yang terjadi. Dan kita harus senantiasa berdoa, semoga Allah SWT melindungi dan menjaga kita semua.
Daftar Referensi
https://www.covid19.go.id/2020/03/28/infografis-covid-19-28-maret-2020/
https://infeksiemerging.kemkes.go.id/
picture by detik.com