Kondisi Ekonomi Indonesia Saat Mengalami Resesi Ditengah Pandemi Covid-19
Oleh:
Puji Astuti
(KSEI IAIN Purwokerto)
Pandemi Covid-19 masih belum berakhir dan saat ini masih menginfeksi ratusan negara di dunia, termasuk Indonesia. Dampaknya, perputaran ekonomi mengalami hambatan, bahkan perekonomian negara-negara di dunia terancam jatuh ke jurang resesi. Resesi dapat diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal berturut-turut. Negara yang mengalami resesi ekonomi makin bertambah. Tak pandang bulu, negara maju hingga negara tetangga dengan populasi penduduk luar biasa tak bisa selamat dari jurang resesi. Kini sudah 14 negara mengonfirmasi terjadinya resesi, yaitu Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Italia, Korea Selatan, Spanyol, Hong kong, Singapura, Filipina, Inggris, Malaysia, Polandia, Thailand, Jepang.
Di Indonesia sendiri, sinyal resesi ekonomi semakin kuat. Bahkan isyarat resesi ekonomi telah disampaikan sendiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ia menuturkan dalam skenario terburuk, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 0% sampai -2% pada kuartal III 2020. Artinya, jika skenario itu menjadi kenyataan, Indonesia dipastikan masuk jurang resesi karena pada kuartal II kemarin ekonomi dalam negeri -5,32%.
Ibu Ani, sapaan akrabnya, mengatakan proyeksi negatif muncul karena pemerintah melihat aktivitas ekonomi masyarakat dan dunia usaha yang mulai pulih sejak Juni 2020 tak kuat dan berlanjut pada kuartal III. “Kami melihat di kuartal III, down side-nya ternyata tetap menunjukkan suatu risiko yang nyata, jadi untuk kuartal III kami outlook-nya antara 0% hingga negatif 2%. Negatif 2% karena ada pergeseran dari pergerakan yang terlihat belum sangat solid, meskipun ada beberapa yang sudah positif,”
Dalam hal ini, pemerintah perlu melakukan sejumlah upaya dan antisipasi guna menghadapi resesi ekonomi. Termasuk, menahan agar kejatuhan ekonomi akibat resesi tidak terlalu dalam. Caranya yaitu dengan memaksimalkan serapan dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Yang nilainya Rp. 695,2 triliun. Namun nyatanya, realisasi anggaran kesehatan dalam PEN masih sangat rendah. Per 19 Agustus, realisasi anggaran sektor kesehatan sebesar Rp7,36 triliun. Angka itu setara 13,98 persen dari anggaran Rp87,55 triliun. Hal ini dapat menegaskan bahwa pemerintah belum maksimal dalam menanggulangi wabah Covid-19.
Lambatnya realisasi anggaran kesehatan ini juga pernah diakui oleh Sri Mulyani. Menurut bendahara negara yang berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), gugus tugas penanganan covid-19, dan pemerintah daerah menjadi kendala dalam penyalurannya. Selain kendala koordinasi dari berbagai pihak, ia menuturkan perkembangan kebijakan dan program yang terus berubah juga mempengaruhi realisasi penyaluran anggaran.
Selain itu, pemerintah juga harus mempercepat penyaluran bantuan kepada masyarakat kususnya dunia usaha. Karena selama ini penyaluran bantuan tersebut belum cepat dan juga belum tepat sasaran. Upaya ini harus terus digenjot agar masyarakat dan dunia usaha tidak mengalami “kematian” dari sisi ekonomi.